29 June 2010

Tik Tik Tik Bunyi Hujan.

Hujan mulai jarang menitik.
Ini sudah awal bulan Maret.
Seorang perempuan membelalak pergi dari mimpinya. Ia bermimpi sepetik hujan menikam jantungnya. Ia menegakkan diri di ranjang, tangannya perlahan mendekat ke jendela dan menarik menyingkap korden yang menutupinya. Langit kelam di luar sana, tidak ada bulan, tidak pula hujan. Ini sudah awal bulan Maret, pikir si perempuan. Ia melepaskan korden dari genggamannya dan membiarkan langit malam kembali tertutupi. Ia kembali bersembunyi di balik selimut dan padam.

Hujan semakin jarang menitik.
Ini sudah pertengahan bulan Maret.
Seorang perempuan sekali lagi terbelalak terbangun. Terkesiap atas mimpinya. Ia bermimpi sepetik hujan menikam jantungnya. Dengan mata masih membelalak, gemetar ia menegakkan punggung pada ranjang. Bersandar, ia menoleh pada sisi kanannya. Perlahan si perempuan mengulurkan tangannya, meraih korden dan menyibakkannya. Membentang di balik kaca jendela langit malam kelam. Langit tanpa bulan. Lagi-lagi juga tanpa hujan. Ini sudah pertengahan bulan Maret, pikir perempuan itu. Ia mengurai lembaran korden dari genggamannya dan kembali meluncur ke dalam selimut. Malam menjelang, perempuan itu pun padam.

Hujan sudah tidak pernah menitik.
Ini sudah akhir bulan Maret!
Pada akhirnya seorang perempuan membelalak di tengah malam. Malam masih sunyi. Tanpa diminta, meluncur ingatan mengapa ia terjaga tiba-tiba. Tadi ia bermimpi. Perempuan itu bermimpi sepetik hujan menikam jantungnya. Perempuan itu pun menegakkan tubuhnya dan bersandar pada kepala ranjang. Bermimpi sepetik bulan menikam jantungnya. Matanya tertanam pada jendela yang tertutup oleh selapis korden. Perlahan, ia meraih korden dan menyibakkan bentangan tahta langit malam kelam di balik kaca jendela. Lagi-lagi malam tanpa bulan. Dan tanpa hujan. Bagaimanapun, ini sudah akhir bulan Maret, pikir perempuan itu sendu. Seketika si perempuan mengurai korden yang tergenggam oleh kepalan tangannya. Perempuan itu pun kembali merebahkan tubuhnya, membungkus diri dalam selimut dan membisik berdoa,

“Saya mau hujan turun.”

Kembali terlelap. Padam.




Depok, 11 Maret 2010



Untuk Tuan Hujan Tersayang, Turunlah Datang.

No comments:

Post a Comment