31 December 2010

Piyama

Mengapa menulis di saat kamu bisa mengetik?
Indera memang merekam dengan seksama,
Namun apa guna mereka saat memori usang dan berkarat?
Di balik bayang-bayang bulan,
Laki-laki pemalu memakai piyama.



Depok/28/10/2010

16 October 2010

Di Matraman

Kucing bermata kelabu naik kereta.
Duduk, ia membuang muka menghadap linear acak akibat gerak kereta.
Angin meniup mata kelabu Si Kucing sampai kantuk.

---

Kereta laju melewati sebuah stasiun.
Dari jendela kereta, Kucing bermata kelabu melihatmu memasuki pintu sebuah gerbong kereta.
Dari sekian detik yang tersedia, kucing bermata kelabu memotret soraksorai kerumunan yang menghantarmu.
Soraksorai; harapan dan beban yang mengecup bahumu.
Ah, itu hanya desau Si Kucing bermata kelabu.
Kucing bermata kelabu tidak pilu, tidak pula sendu.

Hanya berharap, entah di stasiun mana, tidak menemukanmu seperti batu.


So now you're married and i'm drunk. 
What a joy of life!

16 August 2010

Senja Merah

Kala itu senja, 
Tidak ada teh yang tersuguh di meja. 
Tidak ada kami yang saling puja.


Senja merah, Kamu marah?

22 July 2010

JER(U)K

Orang-orang asing. Berbau alkohol. Bukan perpaduan yang menyenangkan.
"Dimana jeruk yang kuletakkan di atas meja?" aku bertanya.
 Orang-orang asing itu menatapku.
"Sudah kami makan," jawab mereka serempak.Aku mengangguk, mengambil tempat duduk membelakangi mereka. Kuselonjorkan tubuhku dan aku menaikkan kakiku ke bangku. Kepalaku sakit, maka tak lama aku pun tertidur. Toleransiku pada alkohol menurun pesat belakangan ini. Saat aku terbangun, aku menatap sebuah jeruk di atas meja di hadapanku. Kumakan. Rasanya masam. Orang-orang asing itu berbau alkohol itu menghampiriku. 
"Dimana jeruk yang kami taruh di atas meja?" tanya mereka serempak.

11 July 2010

Satu Hati Di Bali

Kamar gelap.
Raung kendaraan terdengar sayup.
Tiupan kipas angin turut membungkus.
Menghembus anak-anak rambut.
Siluet burung-burung kertas di jendela,
Kura-kura mengintip dari cangkangnya.
Kenapa begitu sunyi?
Tak ada yang harus dilakukan disini.
Tapi kenapa kaki enggan pergi?
Padahal kau sudah jauh pergi.
Di Bali, di Bali
Mengaduh eksistensi dan hati.
Namun aku seolah menanti.
Bunyi nyaring pagar di buka,
Langkah menaiki tangga,
Pintu terbuka dan wajah yang kurindukan menyapa.
Membentang tangan dalam rangkulan.

30 June 2010

Pas Foto

Suatu ketika seorang kawan menggambar wajah saya dan jadilah seperti ini:





asem.

29 June 2010

Tik Tik Tik Bunyi Hujan.

Hujan mulai jarang menitik.
Ini sudah awal bulan Maret.
Seorang perempuan membelalak pergi dari mimpinya. Ia bermimpi sepetik hujan menikam jantungnya. Ia menegakkan diri di ranjang, tangannya perlahan mendekat ke jendela dan menarik menyingkap korden yang menutupinya. Langit kelam di luar sana, tidak ada bulan, tidak pula hujan. Ini sudah awal bulan Maret, pikir si perempuan. Ia melepaskan korden dari genggamannya dan membiarkan langit malam kembali tertutupi. Ia kembali bersembunyi di balik selimut dan padam.

Hujan semakin jarang menitik.
Ini sudah pertengahan bulan Maret.
Seorang perempuan sekali lagi terbelalak terbangun. Terkesiap atas mimpinya. Ia bermimpi sepetik hujan menikam jantungnya. Dengan mata masih membelalak, gemetar ia menegakkan punggung pada ranjang. Bersandar, ia menoleh pada sisi kanannya. Perlahan si perempuan mengulurkan tangannya, meraih korden dan menyibakkannya. Membentang di balik kaca jendela langit malam kelam. Langit tanpa bulan. Lagi-lagi juga tanpa hujan. Ini sudah pertengahan bulan Maret, pikir perempuan itu. Ia mengurai lembaran korden dari genggamannya dan kembali meluncur ke dalam selimut. Malam menjelang, perempuan itu pun padam.

Hujan sudah tidak pernah menitik.
Ini sudah akhir bulan Maret!
Pada akhirnya seorang perempuan membelalak di tengah malam. Malam masih sunyi. Tanpa diminta, meluncur ingatan mengapa ia terjaga tiba-tiba. Tadi ia bermimpi. Perempuan itu bermimpi sepetik hujan menikam jantungnya. Perempuan itu pun menegakkan tubuhnya dan bersandar pada kepala ranjang. Bermimpi sepetik bulan menikam jantungnya. Matanya tertanam pada jendela yang tertutup oleh selapis korden. Perlahan, ia meraih korden dan menyibakkan bentangan tahta langit malam kelam di balik kaca jendela. Lagi-lagi malam tanpa bulan. Dan tanpa hujan. Bagaimanapun, ini sudah akhir bulan Maret, pikir perempuan itu sendu. Seketika si perempuan mengurai korden yang tergenggam oleh kepalan tangannya. Perempuan itu pun kembali merebahkan tubuhnya, membungkus diri dalam selimut dan membisik berdoa,

“Saya mau hujan turun.”

Kembali terlelap. Padam.




Depok, 11 Maret 2010



Untuk Tuan Hujan Tersayang, Turunlah Datang.

24 June 2010

Hantu-Hantu Tahun Baru

Perempuan berkaus kaki merah membaringkan badannya,
Matanya menyipit menatap silau lampu saat ia tengadah.
Perempuan berkaus kaki merah menggeliat,
Anak-anak rambut menempel karena peluh di dahi,
Baju tersibak sedikit oleh geraknya.
Perempuan berkaus kaki merah menghirup lapar udara di sekelilingnya,
Mengendus di tengah ruangan itu ada aroma lelaki satu malam di atap.
Perempuan berkaus kaki merah merindukannya,
Perempuan berkaus kaki merah ingin menciumnya.






Depok, 26 Januari 2009
ah, puisi lama.

untuk pria satu malam di atap